I Nengah Natya - Optimis Coco Group Terus Melaju


Badan Pusat Statistik ( BPS) mencatat, pada kuartal III 2017 pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,06 persen. Hanya saja pertumbuhan ekonomi tersebut belum terasa secara signifikan pada sektor ritel. Daya beli masyarakat dinilai masih rendah sehingga menimbulkan era kelesuan pada bisnis tersebut. Dampaknya, tahun 2017 ini muncul fenomena “tutup-gerai” berbagai brand ritel ternama di Indonesia.  Lantas, bagaimanakah pengusaha bisnis ritel di Pulau Dewata menyikapi situasi tersebut?


Suasana tidak kondusif di sektor ritel memang sudah terasa di tahun 2016. Namun kondisi yang cukup “parah” mulai terjadi di tahun 2017 ini. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut pertumbuhan penjualan industri ritel anjlok 20 persen sepanjang kuartal I 2017 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp40 triliun


Sebelumnya ditargetkan, industri ini akan kembali meroket pada momen Bulan Ramadan dan Idul Fitri lalu. Bahkan kesempatan itu pun dilalui dengan hasil yang kurang memuaskan yakni dengan nilai pertumbuhan hanya 6 persen saja.

Lesunya ekonomi Indonesia terutama pada sektor mikro ditengarai oleh daya beli masyarakat yang menurun. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa lebih tepat mengatakan masyarakat sedang menahan diri untuk tidak berbelanja. Selain itu beralihnya gaya hidup masyarakat yang mengarah pada e-commerce juga dianggap faktor pendukung mengapa bisnis ritel mengalami masa surut yang kian kurang menguntungkan ini.



Investasi Tepat Guna

 
Berkurangnya minat masyarakat untuk membelanjakan uang juga terasa pada bisnis ritel di Bali. Meski pun belum ada gerai yang mesti ditutup namun kelesuan ekonomi ini menyebabkan banyak investor yang mesti berpikir ulang mengenai masa depan usaha mereka. Salah satu pengusaha ritel sukses di Bali, I Nengah Natya, justru optimis mampu melewati tantangan pasar yang ada sekarang ini.


Nengah Natya mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa ia berani menghadapi situasi seperti sekarang adalah karena faktor internal. Pemilik brand usaha Coco Mart ini menjelaskan bahwa ia memiliki tim management yang solid. Berkat kerja sama yang baik antar sesama SDM di perusahaan, maka tantangan apa pun dapat terlewati dengan baik. 



Nengah Natya dikenal sebagai wirausahawan yang tidak main-main dalam menjalankan usaha. Pada masa awal pendirian bisnisnya, Nengah Natya menggunakan jasa konsultan yang kredibel di bidang usaha ritel. Dari sanalah ia mengetahui sisi kekuatan dan kelemahan pada bisnisnya. Termasuk juga evaluasi dari sisi SDM yang ada. Pelan tapi pasti, bisnis Nengah Natya kian menunjukkan hasil ke arah positif.


Pria yang akrab disapa Pak Natya ini menuturkan bahwa ia telah memiliki proyeksi jangka panjang mengenai bisnis ritel yang telah lama dibangunnya tersebut. Sebelum mendirikan Coco Group  yang meliputi usaha mini market dan supermarket ini, ia telah menargetkan kapan masanya investasi yang ia lakukan dapat menunjukkan hasil.


“Dalam berinvestasi, kita harus mengetahui dampak positif dan negatif dari bisnis yang akan dijalankan. Saya juga mengkalkulasikan dulu kapan saatnya saya bisa balik modal. Jika investasi tersebut telah menunjukkan hasil pada periode tertentu, barulah saya memikirkan untuk mengembangkan bisnis saya. Sehingga investasi tersebut dinamakan investasi tepat guna,” ujar Nengah Natya.



Kembangkan Coco Grup

 
Pria yang juga dikenal sebagai pengusaha bisnis akomodasi penginapan, Natya Hotel, ini memulai karir bisnisnya dari modal pinjaman dari perbankan. Karena itulah ia harus cermat memanfaatkan modal yang ada agar dapat menghasilkan profit sekaligus memenuhi kewajiban mengembalikan modal tersebut. 


Awalnya ia melirik bisnis restoran, mengingat ia telah memiliki pengalaman kerja di hotel sebelumnya. Resto yang didirikannya itu dinamakan Coco Bistro. Nama itu dipilihnya karena rencananya ia ingin memasukkan menu kelapa muda sebagai salah satu pilihan minuman di restaurannya.

Singkat cerita Coco Bistro mengalami menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Barulah Nengah Natya memutuskan untuk mengembangkan bisnis ke sektor lain. Sektor ritel dipilihnya terutama penjualan kebutuhan primer masyarakat. 



Toko pertama yang didirikannya adalah Coco Mart yang berlokasi di Jimbaran pada tahun 2006. kemudian berkembang lagi ke beberapa tempat lainnya dan ada pula yang berbentuk semi minimarket yang disebut Coco Express.Perkembangan Coco Mart yang begitu pesat tidak terlepas dari SDM yang berkualitas, Nengah Natya secara rutin mengundang para trainer untuk membina para karyawan.

Di tengah kesuksesan yang diraih oleh Coco Mart, Nengah Natya mulai melebarkan sayapnya di bidang hospitality dengan mendirikan Natya Hotel. Berbekal pengalaman bekerja di bidang yang sama, yaitu sekitar dua belas tahun ia mengabdikan dirinya dibidang perhotelan. Bukan waktu yang singkat untuk menimba ilmu dan mempelajari seluk beluk dunia perhotelan. Waktu pun membuktikan, kini ia mampu membangun sendiri hotel yang ia bernama Natya Hotel yang tersebar di Ubud, Buleleng, Tabanan hingga Gili Terawangan (Lombok).

Hotel Natya

Pasang surut dalam bisnis kerap ia jumpai sebelumnya. Termasuk kendala ketika BOM Bali I dan II beberapa tahun silam. Pada waktu itu bisnisnya sempat gonjang ganjing.  Beruntung Nengah Natya mampu melewatinya dengan baik tanpa mengalami kerugian.


Menurutnya resiko bisnis adalah konsekuensi logis yang akan ditemui para pengusaha. Menyerah, bukanlah jawaban dalam menyikapi tantangan yang ada. Melainkan usaha kerja keras dan presistensi merupakan kiat-kiat utama dalam mempertahankan bisnis di tengah badai yang menerpa.

Post a Comment

0 Comments