Utama Spice - Kenalkan Rempah- Rempah Lokal ke Kancah Internasional (Bagian 1)

Berbagai macam produk kecantikan, obat-obatan, dan aromaterapi yang beredar di pasaran secara bebas cenderung memiliki kandungan sintetik yang kemungkinan berbahaya bagi kesehatan. Karena itu muncul permintaan terhadap produk-produk berbahan alami yang tidak hanya bermanfaat namun juga tanpa efek samping. 


       Selain itu penggunaan bahan alami yang sustainable mampu mengurangi potensi kerusakan lingkungan. Inilah yang menjadi prinsip utama dari pendirian bisnis lokal yang gaungnya hingga ke kancah internasional bernama ‘Utama Spice’. Tidak hanya sekedar bisnis yang mengejar profit semata, Utama Spice ‘lahir’ sebagai pengejewantahan sebuah mimpi dari Si Pendiri. Mimpi untuk memunculkan lagi semangat penggunaan bahan-bahan herbal yang merupakan kekayaan murni dari Bangsa Indonesia. Di tangan pemiliknya saat ini yang merupakan generasi kedua, Ria Templer, nama Utama Spice telah sampai ke berbagai negara bahkan hingga ke Afrika Selatan. 


Di antara deretan toko yang yang berjejer di sepanjang Jalan Kaja Kauh, Banjar Pengosekan, Desa Mas Ubud, Gainyar, terdapat salah satu outlet dengan papan besar bertuliskan “UTAMA SPICE - Natural Aromatherapy Product”. Sekilas orang-orang pasti membayangkan di dalamnya terdapat minyak-minyak esential serta beragam produk relaksasi lainnya. 



Benar saja, ketika masuk ke dalam Utama Spice, pengunjung akan terkesima dengan berbagai pilihan produk herbal yang tertata apik. Ria Templer mengatakan bahwa pada tokonya ini tersedia berbagai varian produk untuk berbagai jenis keperluan. Ada yang digunakan untuk perawatan kulit hingga ada pula produk yang dapat dikonsumsi untuk kesehatan. Terhitung ada sekitar seratus lebih jumlah varian produk yang ada di Utama Spice.


Ria menuturkan bahwa usaha ini diinisiasi oleh Sang Ibu yang bernama Melanie Templer. Ketika Ibunya pertama kali datang ke Bali, ibunya tersebut sudah merasa jatuh cinta kepada pulau ini. Terlebih pada pengetahuan obat-obatan herbal yang dimiliki oleh Orang Bali yang telah diwariskan secara turun-temurun secara lisan. 

Pengobatan yang dilakukan oleh Orang Bali tempo dulu memanfaatkan tanaman yang tersedia di sekitar mereka. Meski bahan-bahannya sederhana dan mudah didapat namun khasiat yang ditimbulkannya tidak kalah dengan berbagai obat-obatan modern seperti yang banyak beredar saat ini. 
“Contohnya saja boreh (sejenis param). Di hampir setiap rumah yang ada di Bali pasti menyediakan boreh sebagai solusi penyakit mereka. Hanya dengan mengoleskan boreh ke seluruh tubuh dalam waktu singkat penyakit ringan seperti flu dapat hilang,” ujar Ria. 

Ia menambahkan bahwa pada saat ibunya pertama kali hijrah ke Bali dan mempelajari obat-obatan tradisional Bali, masyarakat pada masa itu belum menaruh minat pada obat-obatan kimia. Didorong oleh rasa penasaran yang teramat sangat itu, Melanie mempelajari resep obat-obatan tradisional Bali kepada para nenek yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Memang tidak ada catatan tertulis yang memuat takaran bahan secara pasti tentang resep-resep tersebut sehingga Melanie berkeinginan untuk mencatatkannya. 

Maka muncul keinginan dalam diri Melanie untuk membuat produk yang menggunakan bahan herbal berbekal pengetahuan yang dimilikinya. Namun ia ingin ada rekanan yang bisa diajak diskusi mengenai pengolahan produk tersebut. Akhirnya setelah bertanya kemana-mana, Melanie mendapat informasi bahwa ada seorang wanita Bali bernama Dayu Suci yang memahami obat-obatan herbal. Sayangnya perempuan tersebut tinggal di Klungkung yang tentu saja sangat jauh letaknya dari Ubud. Apalagi pada tahun 80-an itu belum ada kendaraan pribadi seperti sekarang.

Ria Templer menuturkan kisah pendirian Utama Spice

“Akhirnya ibu saya pergi ke Klungkung dengan menaiki satu angkot ke angkot lainnya untuk sampai disana,” kenang Ria. Ia mengakui bahwa ibunya itu memang memiliki semangat juang yang tinggi untuk mewujudkan apapun yang diinginkannya. 

Setelah Melanie bertemu dengan Dayu Suci, mereka berdiskusi dan sepakat untuk membuat produk berupa dupa. Namun berbeda dengan dupa lainnya yang menggunakan bahan sintetis yang berbahaya bagi organ pernapasan bagi siapa saja yang menghirupnya. Maka dimulailah cerita perjuangan dua insan manusia dalam membuat produk perdana mereka. 

Perlu waktu yang cukup lama bagi mereka untuk menemukan racikan yang sempurna untuk dupa buatan mereka. Melanie dan rekannya itu ingin agar produk mereka menggunakan bahan-bahan alami serta dalam prosesnya tidak merusak lingkungan yang ada. Mereka tidak menggunakan kayu cendana karena mereka pikir itu akan merusak pohon yang sudah ada. Untuk bahan lem dupa sendiri mereka juga ingin agar bersifat sealami mungkin. Bahkan pada percobaan terakhir mereka, lem itu diklaim dapat langsung dimakan saking amannya untuk dikonsumsi. Setelah dua tahun masa eksperimen, akhirnya dupa itu berhasil dibuat sesuai apa yang diinginkan oleh kedua penciptanya. 

(Bersambung ke Bagian 2)

Post a Comment

0 Comments