PEREMPUAN TANGGUH YANG SUKSES DI INDUSTRI PARIWISATA BALI
Meninggalkan tanah kelahiran untuk tinggal di negara lain tentu bukan
suatu perkara yang mudah. Bayangan mengenai situasi di kampung halaman sering
kali menerbitkan rasa kerinduan untuk segera pulang. Hal itulah yang dirasakan
oleh Makiko kala pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia. Sempat ingin
pulang saja ke negara asalnya yaitu Jepang, namun niatan itu harus dirungkan
berkat nasehat seseorang yang baru dikenalnya. Berikut merupakan ringkasan dari
kisah hidup seorang perempuan yang berjaya di bisnis pariwisata Bali.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu di
Jepang, ketika perang dunia II berlangsung, seorang gadis bernama Kaory harus
mengubur dalam-dalam Impian menjadi guru Bahasa Inggris. Karena berperang
melawan Amerika, Jepang mengumumkan pelarangan untuk menggunakan Bahasa
Inggris.
Akhirnya ia bertemu dengan Nakashima Shojiro kemudian menikah. Dari
perkawinan mereka lahirlah seorang anak perempuan cantik yang diberi nama Makiko,
tepatnya pada tanggal 1 Mei 1942.
Bila biasanya anak bungsu yang selalu mendapat perlakuan spesial namun tidak untuk Makiko yang merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Penyakit asma yang dimilikinya membuat Makiko senantiasa dimanja oleh seluruh anggota keluarga, termasuk kakeknya yang merupakan pejabat setingkat bupati.
Bila biasanya anak bungsu yang selalu mendapat perlakuan spesial namun tidak untuk Makiko yang merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Penyakit asma yang dimilikinya membuat Makiko senantiasa dimanja oleh seluruh anggota keluarga, termasuk kakeknya yang merupakan pejabat setingkat bupati.
Ternyata impian Sang Ibu untuk menjadi seorang guru Bahasa
Inggris kembali menyala seiring dengan bertumbuhnya Makiko. Ibunda tercinta
pelan-pelan mengarahkan Makiko untuk terus mempelajari bahasa tersebut. Sejak
sekolah dasar hingga sekolah menengah di Fukuoka, ia dimasukkan ke
sekolah-sekolah yang mengajarkan Bahasa Inggris.
Sampailah di tahun 1964, kala
itu Jepang bersiap menggelar pesta olahraga terbesar di dunia yaitu Olimpiade
Tokyo. Berlangsungnya perhelatan besar tersebut membuka mata Makiko terhadap
dunia internasional. Ia ingin sekali bisa pergi ke luar negeri mengunjungi
negara-negara lain di luar Jepang.
![]() |
Gambar : Olimpiade Tokyo 1964 |
Setelah lulus dari perguruan
tinggi di Universitas Aoyama Gakuin di tahun 1965, Makiko mendapat tawaran dari
berbagai tempat untuk mengajar Bahasa Inggris. Kemampuannya yang begitu fasih
berbahasa Inggris tersebut yang membuatnya “diincar” oleh beberapa sekolah
untuk mengajar di sekolah mereka. Apalagi pada saat itu ekonomi Jepang berada
pada tahap pemulihan setelah perang maka peluang sebagai guru dibuka secara
besar-besaran. Berbekal lisensi mengajar, Makiko pulang ke Fukuoka untuk
menjadi guru di kampung halamannya.
Suatu hari ada seorang sahabatnya
yang mengajak Makiko untuk bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di biro
perjalanan. Awalnya rasa ragu menghampirinya karena ia sama sekali asing dengan
bidang pekerjaan tersebut. Karena desakan sahabatnya, ia pun mencoba mencari
tahu tentang seluk beluk dunia biro perjalanan.
Akhirnya ia dan sahabatnya
mendaftar untuk mengikuti tes di perusahaan tersebut. Tak disangka sahabat yang
memaksanya untuk memasuki perusahaan tersebut justru tidak datang pada saat tes
itu diselenggarakan. Setelah mengikuti serangkaian tes, Makiko pun diterima di
perusahaan tersebut.
Sayangnya gaji yang ia terima di sana terbilang sangat
kecil, apalagi jika dibandingkan dengan gaji seorang guru. Keputusan Makiko itu
sempat mengecewakan orangtuanya, mereka ingin Makiko kembali pulang saja ke
Fukuoka. Namun ia tetap bertahan pada pekerjaan tersebut.
Pada saat itulah, ia bertemu
dengan seorang lelaki berkewarganegaraan Indonesia yang bernama Radom Iskandar.
Radom merupakan salah satu dari sekian banyak siswa yang mendapat beasiswa
untuk belajar ke Jepang. Perkenalan mereka awalnya hanya sebatas pada tahap
pertemanan namun kian lama akhirnya hubungan tersebut semakin serius.
Kabar
kedekatan Makiko dengan lelaki Orang Indonesia tersebut sampai di telinga orang
tuanya. Hubungan tersebut mendapat pertentangan dari ayah dan Ibu Makiko.
Tetapi karena usaha Sang Kekasih untuk mendapat hati orang tua Makiko membuat orang tuanya akhirnya menyetujui hubungan
mereka.
Hubungan mereka direstui namun dengan catatan bila menikah nanti, Radom
harus bersedia menetap di Jepang untuk selamanya. Keputusan tersebut bukan
tanpa sebab. Kedua orang tua takut apabila Makiko diboyong ke Indonesia.
Bagaimanapun juga mereka tidak ingin berpisah dengan putri sulung yang sangat mereka
sayangi tersebut.
[Bersambung ke Bagian 2]
0 Comments