[Profil] I Dewa Gede Suamba Adnyana, S.S

USAHA DARI TITIK NOL

Sering kali manusia lekas berpuas diri manakala telah berdiri di puncak kesuksesan. Rasa puas diri membuat seseorang untuk enggan bergeser dari titik tersebut. Namun seorang I Dewa Gede Suamba Adnyana, S.S rela meninggalkan sebuah posisi yang baik dan penghasilan yang besar demi memulai karir di tempat lain bahkan memulai lagi dari titik nol. Keputusan yang dianggap gila oleh orang lain itu pada akhirnya menghantarkan sulung dari dua bersaudara ini pada beragam pengalaman. Semua itu pada akhirnya bermuara pada titik kesuksesan menurut definisi Dewa Gede Suamba : sukses yaitu dapat membantu orang lain. Ia ingin membantu banyak orang untuk sukses bekerja di kapal pesiar.

Dewa Gede Suamba  lahir di sebuah desa kecil di Bangli, tepatnya di Desa Abuan, Kecamatan Susut Kabupaten Bangli pada tanggal 14 Juli 1976. Sang ayah, I Dewa Gede Suarta berprofesi sebagai seorang buruh di perusahaan mebel. Sementara keseharian Ibundanya, I Dewa Ayu Nyoman Kartika, berjualan panganan sejenis rempeyek. Penghasilan kedua orangtua cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan keluarganya tergolong mampu secara finansial dibandingkan warga lain di desa itu. Meski hidup dalam kondisi serba berkecukupan, Dewa Gede Suamba telah ditempa untuk menjadi pribadi yang bisa hidup secara mandiri sejak masa kanak-kanak. Tidak pernah sekalipun ia diberi kesempatan bermanja-manja, apapun yang ia inginkan harus diraih melalui jalan usaha dan kerja keras terlebih dahulu. Karena itu, timbul kesadaran dalam diri Dewa Gede Suamba kecil untuk mengais rejeki hanya untuk sekedar mendapatkan uang jajan. Dewa Gede Suamba yang saat itu masih duduk di sekolah dasar memberanikan diri menjajakan es lilin di sekitar tempat tinggalnya. Rasa malu ditepisnya jauh-jauh, di benaknya hanya terbayang berapa rupiah yang akan didapatnya dari pekerjaan itu. Tidak puas dengan berjualan es, Dewa Gede Suamba juga mencoba peruntungan dengan membuat kerajinan patung untuk dijual. Padahal ia masih di jenjang kelas 4 SD, namun semangatnya untuk menambah pundi-pundi tabungannya tidak kalah dengan orang dewasa. Alhasil uang yang ia dapat dari segala usahanya itu dapat memenuhi keinginannya, termasuk membeli mainan.

Dewa Gede Suamba meyakini bahwa Ayahnya berperan besar dalam pembentukan karakternya. Selain mendorongnya untuk pribadi yang mandiri, ayahnya juga sering memberinya petuah-petuah yang menjadi bekal untuk menjalani hidup. Suatu ketika Sang Ayah memanggilnya untuk berbicara empat mata. Ayahnya bertanya, “Nak, bagaimana caramu untuk menaiki meja ini?”. Sejenak Dewa Gede Suamba sempat kaget dengan pertanyaan Sang Ayah, namun ia segera menjawab, “Saya akan panjat meja itu dan naik ke atasnya”. Ternyata ayahnya menggeleng seraya menjawab, “Bukan, nak. Sebelum kamu mencoba untuk naik, hilangkanlah dulu rasa takutmu. Rasa takut itu akan menghambatmu dan membuatmu ragu ketika kamu akan menaikinya. Bila kamu benar-benar yakin dan mantap akan keputusanmu, barulah kamu bisa menaikinya. Jika kamu ingin naik ke atas meja itu, jangan takut jatuh. Bila kamu ingin pintar jangan takut salah. Bila kamu ingin meraih kesuksesan jangan takut gagal”.  Wejangan nan sederhana itu adalah salah satu hal yang pernah disampaikan ayahnya yang terkenal keras dan disiplin tersebut.

Sayangnya ketika Dewa Gede Suamba baru mengenyam pendidikan di kelas tiga di SMP 2 Susut, ia harus menerima kenyataan bahwa Ayahnya yang selama ini menjadi panutan telah berpulang ke sisi Tuhan. Penyakit kanker yang telah lama diderita Sang Ayah menjadi penyebab meninggal ayahnya tersebut. Kenyataan itu membuat Dewa Gede Suamba dilingkupi rasa duka yang mendalam. Semangatnya dalam belajar dan bekerja mendadak padam, bahkan ia tidak mau melanjutkan pendidikannya lagi ke jenjang SMA. Beruntung ia memiliki ibu yang tegar dan kuat. Di tengah kesedihan yang menggelayut itu, Ibunya tetap berjuang mencari nafkah untuk menghidupi Dewa Gede Suamba dan adiknya yang masih SD. Melihat perjuangan Ibunda tercinta dalam menata kehidupan keluarga kecil mereka, Dewa Gede Suamba merasa tersentuh. Seketika ia teringat dengan semua pesan-pesan almarhum ayahnya, membuat Dewa Gede Suamba bangkit dan menyongsong kembali masa depannya.

Seperti masa sekolahnya di SD dan SMP, saat bersekolah di SMA Wisata Sari Bangli, Dewa Gede Suamba juga berusaha menghasilkan uang. Pagi hari sebelum berangkat sekolah, ia menyempatkan diri untuk menyelesaikan pesanan kerajinan patung. Begitu pulang sekolah, Dewa Gede Suamba tidak serta merta bersantai ria. Ia memanfaatkan waktunya untuk membantu ibunya membungkus barang dagangan yang akan dijajakan Sang Ibu. Begitu tamat SMA, ia mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan di beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata. Hari demi hari dilaluinya dengan menunggu kabar dari seluruh perusahaan tersebut, namun tiada satu pun panggilan wawancara yang datang kepadanya. Dalam penantiannya itu Dewa Gede Suamba tetap menjalankan usahanya membuat patung.

Suatu ketika kabar gembira datang namun tidak dari perusahaan-perusahaan tempat ia menaruh lamaran kerja. Salah seorang kerabatnya mengajak ia untuk training di sebuah restoran. Tiga bulan ia menjalani training dengan mengandalkan ilmu yang didapatnya sewaktu SMA. Setelah masa training berakhir, ia sebagai daily worker yang lagi-lagi bersinggungan dengan bidang kerajinan patung. Tidak lama bekerja sebagai pematung, Dewa Gede Suamba mendapatkan berita bahwa sepupunya berangkat bekerja ke Brunei Darusallam. Saat saudaranya itu sampai di negara tersebut ia dihubungi dan diajak untuk ikut kerja disana. Serasa mendapat angin segar, Dewa Gede Suamba menyambut ajakan tersebut. Meskipun ada perasaan ragu karena ia akan bekerja di negeri yang sama sekali asing baginya, namun perasaan itu cepat-cepat dihilangkan. Petuah yang pernah disampaikan ayahnya selalu diingatnya, yaitu untuk tidak takut gagal bila ingin menjemput kesuksesan. Setelah sukses mengikuti wawancara via telepon serta dinyatakan diterima bekerja, Dewa Gede Suamba  meminta restu kepada ibunya. Bagaimanapun juga ia sebenernya tidak ingin meninggalkan ibunya dan adik tersayang. Namun ibunya yang selalu tegar dalam kondisi apapun itu mengikhkaskan putra sulung untuk merantau ke negeri orang. Ibunya pun tak ragu mencarikan pinjaman guna memenuhi keperluan administrasi sebagai persyaratan keberangkatan anaknya itu.

Di usia belia yakni 18 tahun, Dewa Gede Suamba berangkat ke Brunei Darusallam untuk menyambung hidup. Pekerjaan yang dijalaninya di Brunei hanyalah sebagai pencuci piring namun ia menjalani pekerjaan itu dengan penuh semangat. Ia tahu bahwa pekerjaan yang terlihat sederhana itu nantinya akan membawanya pada profesi lain yang lebih baik. Pemikirannya tersebut pun terjawab sudah ketika ia diberi kesempatan untuk membantu pekerjaan tukang masak di tempatnya bekerja. Pengalamannya dalam membantu para koki disana membuatnya tertarik untuk menekuni dunia masak, terutama di bidang pastry dan bakery. Ia tidak lagi hanya sekedar membantu pekerjaan para koki, ia pun dipercaya untuk terjun langsung ke dapur untuk memasak. Setelah dua tahun bekerja di Brunei, Dewa Gede Suamba memutuskan untuk kembali pulang ke tanah air. Tidak lama setelah melepas rindu dengan keluarganya, Dewa Gede Suamba melamar bekerja di kapal pesiar. Berkat kerja kerasnya di kapal pesiar tersebut, ia beberapa kali dipromosikan untuk menaiki jenjang karir yang lebih tinggi, pada kontrak ketiganya ia telah ditetapkan menjadi head pastry. Ada rasa kebanggaan menyeruak dalam batinnya karena mendapat posisi yang layak diperhitungkan di kapal pesiar tersebut. Namun sebuah keputusan kurang masuk akal justru ditempuh olehnya. Setelah beberapa lama bekerja di bagian dapur sebagai head pastry, ia ingin berpindah pekerjaan di bagian restoran yang berarti ia harus memulai karir dari nol kembali. Komentar pun berdatangan dari beberapa kawannya yang menganggap dirinya sudah gila. Bagaimana tidak, Dewa Gede Suamba bakal harus meninggalkan posisi penting dan melepas gajinya yang tinggi hanya demi bekerja sebagai pelayan restoran. Pendapat kawan-kawannya itu tidak digubrisnya, keputusannya sudah matang. Ia meyakini karirnya akan mulus di  restoran selama ia tekun mengikut aturan yang ada. Ternyata ia bisa menjawab kesangsian kawan-kawannya itu dengan prestasi gemilang. Dengan cepat ia mendapat promosi yang biasanya didapatkan oleh pekerja setelah menjalani tiga sampai empat kontrak, namun dalam waktu dua bulan saja ia langsung mendapat promosi. Dewa Gede Suamba muncul sebagai rising star di kalangan pekerja di kapal itu.

Pada tahun 2010, Dewa Gede Suamba resmi berhenti bekerja di kapal pesiar yang selama ini telah banyak memberinya pengalaman dan mensejahterkan keluarganya. Begitu pulang ke Bali, ia mendapat tawaran untuk membantu bisnis dari temannya. Setelah satu tahun merasakan pengalaman menjalankan bisnis, timbul niat dalam diri Dewa Gede Suamba untuk memiliki bisnis sendiri. Saat itu ia ikut mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman tenaga kerja yang akan diberangkatkan ke kapal pesiar. Pada tahun 2011 ia ditunjuk sebagai direktur perusahaan. Meskipun memegang tampuk kepemimpinan perusahaan, gaji yang ia diterima sangatlah kecil untuk ukuran seorang direktur. Kondisi yang demikian tidak membuat Dewa Gede Suamba patah semangat. Ia percaya apapun usaha yang dilakoni suatu saat pasti akan mendapat keuntungan sepanjang dijalani dengan ketekunan dan kerja keras. Sebagai seorang pemimpin perusahaan, Dewa Gede Suamba sempat merasa minder lantaran dirinya hanya berbekal ijasah SMA. Sementara karyawan yang ia pimpin rata-rata memiliki gelar sarjana. Hal itu memotivasi Dewa Gede Suamba untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah jurusan Sastra Inggris di Universitas Warmadewa.

Pelan namun pasti lembaga pelatihan yang awalnya hanya berupa ruko kecil sekarang telah menjadi sekolah kapal pesiar yang besar. Setelah tiga tahun ia menjalani usaha tersebut, keputusan untuk berhenti diambilnya. Ia pun mendirikan usaha serupa namun atas parakarsanya sendiri. Pada Bulan Februari 2015, Dewa Gede Suamba berhasil mendirikan perusahaannya yang ia beri nama Liberty Internasional College. Ia mengawali pendirian lembaga pendidikan itu dengan membuka kantor di Kabupaten Bangli. Setelah berkembang ia memutuskan untuk memindahkan kantornya ke Gianyar. Tak perlu waktu lama bagi Dewa Gede Suamba untuk melebarkan sayap usahanya itu. Ia membuka beberapa cabang lagi di Jembrana, Buleleng, Tabanan dan di Denpasar. Total ada 6 kantor telah didirikannya di masing-masing wilayah tersebut dalam waktu lima bulan.


Selain mendirikan sekolah kapal pesiar, Dewa Gede Suamba juga memprakarsai pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Sastra Mandala yang merupakan sekolah pariwisata yang berbasis kapal pesiar. Semua lembaga pendidikan yang ia dirikan bukan hanya untuk kepentingan bisnis semata. Tak jarang ia harus merogoh koceknya sendiri untuk menalangi biaya operasional SMK tersebut. Semua itu dilakukannya karena ada rasa kepedulian yang tumbuh dalam dirinya untuk membantu para generasi muda saat ini dalam meraih masa depan yang lebih baik. Ia meyakini betul bahwa salah satu cara untuk merengkuh kesuksesan yaitu melalui jalan pendidikan. Dengan pendidikan yang baik maka seseorang akan mencapai karir yang baik. Untuk saat ini, suami dari I Gusti Ayu Agung Sawitri Megaswari ini berfokus pada lembaga pendidikan berbasis kapal pesiar karena latar belakang karirnya yang pernah bekerja disana. Ia berharap agar generasi muda di Bali yang ingin bekerja di kapal pesiar mendapat pelatihan yang baik sehingga mereka dapat menjadi tenaga kerja yang handal sehingga dapat memberi kepuasan kepada perusahaan tempat mereka bekerja di masa yang akan datang. Dewa Gede Suamba juga menyadari kesuksesan Liberty Internasional College juga tidak lepas dari bantuan rekan-rekannya yang ikut membantu menjalankan lembaga pendidikan ini. Pria yang aktif menjadi Ketua Yayasan Widya Sastra Mandala ini berharap niatnya untuk memajukan dunia pendidikan khususnya pendidikan pariwisata ini dapat didukung oleh pemerintah. Dukungan yang diharapkannya berupa bantuan biaya operasional serta penambahan tenaga pendidik terutama di SMK yang ia dirikan.


Dewa Gede Suamba menyampaikan rasa terima kasihnya kepada masyarakat yang telah mempercayakan putra-putri mereka untuk mengenyam pendidikan pariwisata di Liberty Internasional College maupun di SMK Sastra Mandala. Meskipun lembaga pendidikan ini tergolong baru namun ia akan terus berusaha membenahi lembaga pendidikannya sehingga nama sekolah-sekolahnya itu tidak hanya bergaung di kancah lokal namun juga di tingkat nasional. Untuk ke depannya, Dewa Gede Suamba dan rekan-rekannya tengah mempersiapkan rencana pengembangan sekolah Liberty di Kota Mataram, Malang, dan Bandung.  Sebuah pesan pun dititipkan Dewa Gede Suamba kepada generasi muda, yaitu agar selalu berjuang dan jangan putus asa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan hidup.

BIODATA
Nama : I Dewa Gede Suamba Adnyana, S.S
Tempat, tanggal lahir : Bangli, 14 Juli 1976
Nama Ayah : I Dewa Gede Suarta
Nama Ibu : I Dewa Ayu Nyoman Kartika
Nama Saudara : I Dewa Made Mahartana
Alamat : Br. Abuan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli
Pendidikan :
-          SD 4 Abuan
-          SMP 2 Susut
-          SMA Wisata Sari Bangli

Post a Comment

0 Comments